DISUSUN
OLEH:
HESTY RETNO SARI
NPM.
10.1.01.08.0115
PROGRAM
STUDI BAHASA INGGRIS
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NUSANTARA PGRI KEDIRI
JULI
2011
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto :
&
Jadikan langkah sebagai ibadah
Jadikan hembusan nafas sebagai tilawah
Jangan jadikan hidup sebagai suatu beban
Tuhan lebih kasih daripada siapapun
&
Jangan tunda sampai besok apa yang bisa engkau kerjakan hari ini, ingat
kebiasaan menunda pekerjaan akan mempersulit hidup dan kehidupan anda sendiri
&
Don’t judge a book from its cover
Penulis
persembahkan untuk:
Ayah Ibu tercinta
Kakak-kakak dan adikku tersayang
Seseorang yang Penulis rindukan dan nantikan
Teman-teman Bat of End yang Penulis sayangi
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas
segala karunia serta rahmatNya sehingga makalah ini dapat Penulis selesaikan
dengan baik.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi salah
satu syarat dalam mengikuti Ujian Akhir Semester Bahasa Indonesia program studi
strata 1/S1 pada Jurusan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan PGRI Kediri.
Ucapan
trima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga pada Ibu Bapak tercinta yang
telah memberikan dorongan dan bimbingan baik lahir maupun batin serta dengan
tulus ikhlas senantiasa berdoa supaya Penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan kemudahan, tepat waktu dan senantiasa mendapat
ilmu yang bermanfaat.
Tidak
lupa pula Penulis mengucakan terima kasih yang sebesar-besarnya Kepada :
1.
Bapak Samari, SE. MM.
selaku rektor Universitas PGRI Kediri
2.
Bapak
Drs. Imam Baehaqi, M.Pd. selaku Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia
3.
Ayah, Ibu dan
kakak-kakak serta adikku tercinta yang telah banyak membantu baik moral maupun
materiil dan mendukung setiap langkah Penulis.
4.
Teman-teman Bat of End
kelas 1-B dan semua pihak yang telah banyak membantu dan mendukung sehingga
Makalah ini selesai.
Atas
bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak, Penulis mengucapkan terima kasih
dan berdoa supaya Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah dalam setiap langkahnya. Akhirnya Penulis berharap agar kelak makalah ini berguna bagi pihak-pihak yang berkompeten
untuk mempelajarinya. Amin.
Kediri, 2011
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ii
KATA
PENGANTAR iii
DAFTAR
ISI v
BAB
I PENDAHULUAN 1
1.1
Latar Belakang 1
1.2
Rumusan Masalah 3
1.3
Tujuan 3
BAB
II PEMBAHASAN 5
2.1
Stress 5
2.1.1
Pengertian Stress 5
2.1.2
Penggolongan Stress 6
2.1.2a
Distress (stress negatif) 6
2.1.2b
Eustress (stress positif) 6
2.1.3
Stresor 7
2.1.4
Ciri-ciri stress 7
2.2
Remaja 9
2.2.1
Pengertian Remaja 9
2.2.2
Ciri-ciri Masa
Remaja
10
2.2.3
Remaja dalam Dunia
Pendidikan
13
2.3
Penyebab Stress
Terjadi pada Remaja
13
2.4
Solusi untuk Remaja
yang Mengalami Stress
16
2.5
Dampak Stress pada
Remaja dalam Dunia Pendidikan 20
BAB
III KESIMPULAN DAN SARAN 23
DAFTAR
PUSTAKA 25
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masa remaja
ditandai oleh perubahan yang besar. Salah satunya kebutuhan untuk beradaptasi
dengan perubahan fisik dan psikologis. Pencarian identitas dan membentuk
hubungan baru termasuk mengekspresikan perasaan seksual (Santrock, 1998). Hall
(dalam Papalia, 1998) menyebut masa ini sebagai periode “badai dan tekanan”
atau “strom and stress”. Suatu masa
dimana ketegangan emosi meningkat sebagai akibat dari perubahan fisik dan
kelenjar.
Stress sekolah
mempunyai dampak terhadap kehidupan pribadi peserta didik. Diantaranya adalah secara
fisik, psikologis maupun secara psikososial. Peserta didik yang mengalami
tingkat stress tinggi dapat menimbulkan kemunduran prestasi, perilaku
maladaptive, dan berbagai problem psikososial lainnya. Sedangkan peserta didik
yang mengalami tingkat stress sedang malah dapat meningkatkan kesadaran,
kesiapan, dan prestasi. Tetapi tidak menutup kemungkinan bagi peserta didik
yang mengalami gangguan dalam kehidupannya.
Stress merupakan bagian yang tidak
terhindarkan dari kehidupan. Stress mempengaruhi setiap orang, begitu juga pada
peserta didik di sekolah. Mereka biasanya khawatir akan perubahan tubuhnya dan mencari
jati diri. Sebenarnya peserta didik dapat membicarakan masalah mereka dan
mengembangkan keterampilan menyelesaikan masalah, tetapi karena pergolakan emosional
dan ketidakyakinan peserta didik dalam membuat keputusan penting, membuat
peserta didik perlu mendapat bantuan dan dukungan khusus dari orang dewasa
(“Mengatasi stress pada remaja” 2002)
Stress pada peserta
didik dapat juga disebabkan karena tuntutan dari orang tua dan
masyarakat.
Orang tua biasanya menuntut anaknya untuk mempunyai nilai yang bagus disekolah,
tanpa melihat kemampuan si anak. Masyarakat akan mengomentari tingkat
kecerdasan peserta didik, mulai dari memuji saat mendapatkan nilai baik dan
menggunjing pada saat mengalami kegagalan. Beban berat yang dialami peserta
didik ini dapat menimbulkan berbagai penyakit.
Penyakit tersebut seperti sakit
kepala, kurangnya nafsu makan, kecemasan yang berlebihan, dan lain-lain.
Dipastikan ini akan mengganggu keberhasilan belajar peserta didik.
Sarwono (1994)
mengatakan prestasi yang menurun pada peserta didik disebabkan karena turunnya motivasi belajar disekolah.
Salah satu faktor yang sering dianggap menurun motivasi peserta
didik untuk belajar adalah materi pelajaran itu sendiri dan
guru yang menyampaikan materi pelajaran itu sendiri. Materi pelajaran sering dikeluhkan membosankan bagi para peserta
didik. Terlalu sulit dan tidak ada manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi lebih utama dari faktor materi pelajaran adalah faktor guru, yaitu
cara guru menyampaikan pelajarannya kurang baik.
Sebuah penelitian
yang dilakukan oleh Walker (2002) pada 60 orang peserta
didik. Penelitian tersebut menghasilkan
bahwa penyebab utama ketegangan dan masalah yang terjadi pada peserta didik berasal dari hubungan dengan teman dan keluarga, tekanan
dan harapan dari diri mereka sendiri dan orang lain, tekanan disekolah oleh
guru dan pekerjaan rumah, tekanan ekonomi dan tragedi yang ada dalam kehidupan
mereka misalnya kematian, perceraian dan penyakit yang dideritanya atau anggota
keluarganya. Kondisi ekonomi keluarga yang rendah
juga menimbulkan masalah bagi peserta didik. Usia peserta didik atau biasa
disebut usia remaja adalah usia dimana seseorang mempunyai banyak sekali
keinginan, tidak mau kalah dengan temannya. Mereka tidak mau kelihatan miskin
didepan teman-temannya apalagi didepan pacarnya. Hal ini membuat peserta didik
menjadi tidak percaya diri, minder dan akhirnya mengalami stress.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud
dengan Stress?
2.
Apa yang dimaksud
dengan Remaja?
3.
Mengapa Stress
terjadi pada remaja?
4.
Bagaimana solusi
untuk remaja yang mengalami stress?
5.
Bagaimana dampak
stress pada remaja dalam dunia pendidikan?
1.3
Tujuan
1.
Mengetahui apa itu
stress
2.
Mengetahui apa itu
remaja
3.
Mengetahui penyebab
tress terjadi pada remaja
4.
Mengetahui solusi
untuk remaja yang mengalami stress
5.
Mengetahui dampak
stress pada remaja dalam dunia pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Stress
2.1.1
Pengertian Stress
Menurut
Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) stress adalah keadaan internal yang
dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh (kondisi penyakit, latihan,
dll) atau kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan,
tidak terkendali atau melebebihi kemampuan individu untuk melakukan coping.
Menurut Selye (Bell, 1996) stress diawali dengan reaksi
waspada (alarm reaction) terhadap adanya ancaman, yang ditandai oleh
proses tubuh secara otomatis, seperti : meningkatnya denyut jantung, yang
kemudian diikuti dengan reaksi penolakan terhadap stressor dan akan mencapai
tahap kehabisan tenaga (exhaustion) jika individu merasa tidak mampu
untuk bertahan.
Rice (1987) mengatakan bahwa stress adalah suatu kejadian
atau stimulus lingkungan yang menybabkan individu merasa tegang. Atkinson
(2000) mengemukakan bahwa stress mengacu pada peristiwa yang dirasakan
membahayakan kesejhateraan fisik dan psikologis seseorang. Situasi ini disebut
sebagai peyebab stress dan reaksi individu terhadap situasi stress ini disebut
sebagai respon stress. Stress adalah suatu keadaan tertekan, baik secara fisik
maupun psikologis (Chaplin, 1999).
Berdasarkan berbagai definisi diatas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa stress adalah keadaan yang disebabkan oleh adanya tuntutan
internal maupun eksternal yang dapat membahayakan, tidak terkendali atau
melebihi kemampuan individu sehingga individu akan bereaksi baik secara
fisiologis maupun secara psikologis dan melakukan usaha-usaha penyesuaian diri
terhadap situasi tersebut.
2.1.2
Penggolongan Stress
Selye (dalam Rice, 1992) menggolongkan stress menjadi dua
golongan. Penggolongan ini didasarkan atas persepsi individu terhadap stress
yang dialaminya:
2.1.2a
Distress (stress negatif)
Selye menyebutkan distress merupakan stress yang
merusak atau bersifat tidak menyenangkan. Stress dirasakan sebagai suatu
keadaan dimana individu mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir, atau gelisah.
Sehingga individu mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan, dan
timbul keinginan untuk menghindarinya.
2.1.2b
Eustress (stress positif)
Selye menyebutkan bahwa eustress bersifat
menyenangkan dan merupakan pengalaman yang memuaskan. Hanson (dalam Rice, 1992)
mengemukakan frase joy of stress untuk mengungkapkan hal-hal yang
bersifat positif yang timbul dari adanya stress. Eustress dapat
meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi, dan performansi individu. Eustress
juga dapat meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu,
misalnya menciptakan karya seni.
2.1.3
Stresor
Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) kondisi
fisik, lingkungan dan sosial yang merupakan penyebab dari kondisi stress
disebut dengan stressor. Istilah stressor diperkenalkan pertama kali
oleh Selye (Rice, 1992). Situasi, kejadian, atau objek apapun akan menimbulkan
tuntutan dalam tubuh dan penyebab reaksi psikologis ini disebut stressor
(Berry, 1998). Stressor dapat
berwujud atau berbentuk fisik, seperti polusi udara dan dapat juga berkaitan
dengan lingkungan sosial, seperti interaksi sosial. Pikiran ataupun perasaan
individu sendiri yang dianggap sebagai suatu ancaman baik yang nyata maupun
imajinasi dapat juga menjadi stressor.
2.1.4
Ciri-ciri Stress
Beberapa ciri-ciri stres atau depresi yang biasanya berlangsung
terus menerus dan lebih dari dua minggu antara lain:
a.
Terlihat lelah, atau kekurangan
energi. Memiliki perasaan tidak berharga dan tidak memiliki harapan.
b.
Rasa bersalah yang tidak pada tempatnya.
c.
Tidak mampu berkonsentrasi dan
berpikir jernih.
d.
Melankolik (rasa sedih
berlebihan) yang biasanya disertai bangun pagi terlambat dua jam dari biasanya,
rasa tidak berdaya di pagi hari dan bergerak lebih lamban.
e.
Pusing atau sakit perut.
f.
Kehilangan minat dan
kegembiraan pada hampir semua aktivitas dan hal ini hampir terjadi setiap hari.
g.
Berat badan mengalami penurunan
drastis, padahal tidak sedang melalukan diet. Atau justru mengalami peningkatan
berat badan lebih dari 5% dalam satu bulan. Atau mengalami penurunan atau
justru peningkatan nasfu makan hampir setiap hari.
h.
Mengalami insomnia (kesulitan
tidur) atau hipersomnia (suka tidur atau lebih banyak tidur) hampir setiap
hari.
i.
Mengalami penurunan minat dalam
melakukan aktivitas yang terjadi
j.
Munculnya pikiran-pikiran
tentang kematian, ide bunuh diri yang berulang tanpa rencana, atau adanya usaha
percobaan bunuh diri, atau adanya rencana spesifik untuk bunuh diri. Dengan
demikian, remaja yang mengalami depresi akan cenderung mengalami insomnia atau
cenderung lebih banyak tidur, mengalami gangguan nafsu makan, muncul ide bunuh
diri, mengalami gangguan fungsi sosial, lebih mudah tersinggung, mengalami kesulitan
untuk mengekspresikan emosinya. Pada remaja yang stres, gejalanya adalah diare.
Ini terjadi karena gerakan usus yang diatur oleh saraf menjadi lebih cepat
daripada biasanya. Akibatnya, timbul gejala seperti nyeri perut atau diare. Faktor
lainnya yang juga berperan banyak adalah lingkungan tempat tinggal dan bekerja.
Pencemaran, kebisingan, kemacetan, lingkungan yang kumuh dan sampah di jalanan
dapat menciptakan frustasi pada masyarakat yang tinggal. Stres yang disebabkan
oleh lingkungan macam ini dapat membangkitkan rasa marah dan agresi. Sedangkan
orang dewasa sering mengalami stres karena masalah hidup di kota, pekerjaan
yang bersaing dan menuntut serta hubungan dalam keluarga.
2.2
Remaja
2.2.4
Pengertian Remaja
Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata
latin adolescere (kata Belanda, adolescentia yang berarti remaja)
yang berarti tumbuh menjadi dewasa (dalam Hurlock, 1999). Istilah adolescence,
seperti yang digunakan saat ini mempunyai arti yang luas mencakup
kematangan mental, emosional, spasial dan fisik.
Piaget (dalam Hurlock, 1999) mengatakan bahwa secara
psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan
masyarakat dewasa, dengan pembagian 12-15 tahun masa remaj awal, 15-18 tahun
masa remaja pertengahan den 18-21 tahun masa remaja akhir.
Hurlock (1999) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa
peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dimulai saat anak secara
seksual matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum.
Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas maka dapat
diambil kesimpulan bahwa remaj adalah individu yang berusia 12-21 tahun yang
sedang mengalami masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
2.2.5
Ciri-ciri Masa
Remaja
Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1999) ciri-ciri masa
remaja antara lain:
1.
Masa remaja sebagai
periode penting
Remaja
mengalami perkembangan fisik dan mental yang cepat dan penting dimana semua
perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan pembentukan sikap,
nilai dan minat baru.
2.
Masa remaja sebagai
periode peralihan
Peralihan
tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi
sebelumnya. Tetapi peralihan merupakan perpindahan dari satu tahap perkembangan
ke tahap perkembangan berikutnya, dengan demikian dapat diartikan bahwa apa
yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi
sekarang dan yang akan datang, serta memengaruhi pola perilaku sika yang baru
pada tahap berikutnya.
3.
Masa remaja sebagai
periode perubahan
Tingkat
perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat
perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi dengan pesat diikuti dengan
perubahan perilaku dan sikap dan perilaku juga menurun.
4.
Masa remaja sebagai
usia bermasalah
Setiap
periode mempuanyai masalah sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja sering
menjadi maslah yang sulit diatsi baik oleh anak laki-laki maupun anak
perempuan. Ada dua alasan bagi kesulitan ini, yaitu :
a.
Sepanjang masa
kanak-kanak, maslah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan
guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi
masalah.
b.
Remaja merasa diri
mandiri, sehinga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan
orang tua dan guru-guru.
5.
Masa remaja sebagai
masa mencari identitas
Pencarian
identitas dimulai pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian diri dengan standar
kelompok lebih penting dari pada bersikap individualistis. Penyesuaian diri
dengan kelompok pada remaja awal masih tetap penting bagi anak laki-laki dan
perempuan, namun lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dengan
kata lain ingin menjadi pribadi yang berbeda dengan orang lain.
6.
Masa remaja sebagai
usia yang menimbulkan ketakutan
Anggapan
stereotype budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang
tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak,
menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja
muda takut bertanggung jawab dan bersikap simpatik terhadap perilaku remaj
normal.
7.
Masa remaja sebagai
masa yang tidak realistik
Remaja
pada masa ini melihat dirinya sendiri danorang lain sebagaimana yang ia inginkan
dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Semkain tidak
realistik cita-citanya ia semakin menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan
kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai
tujuan yang ditetapkannya sendiri.
8.
Masa remaja sebagai
ambang masa dewasa
Semakin
mendekatnya usia kematangan, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan
stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir
dewasa, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan
status dewasa yaitu merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan
terlarang dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka meganggap bahwa perilaku
ini akan memberi citra yang mereka inginkan.
Sesuai dengan pembagian usia remaja menurut Monks (1999)
maka terdapat tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses
menuju kedewasaan, disertai dengan karakteristiknya, yaitu:
1.
Remaja awal (12-15
tahun)
2.
Remaja madya (15-18
tahun)
3.
Remaja akhir (18-21
tahun)
Berdasarkan
uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri masa remaja adalah bahwa
masa remaja adalah merupakan periode yang penting, periode peralihan, periode
perubahan, usia yang bermasalah, mencari identitas, usia yang menimbulkan
ketakutan, masa yang tidak realistik dan ambang masa kedewasaan.
2.2.6
Remaja dalam Dunia
Pendidikan
Sekarang ini,
banyak remaja yang beranggapan bahwa sekolah adalah sebuah kewajiban bukan
sebuah kebutuhan. Banyak persepsi diantara mereka, mulai dari yang positif
sampai yang negative, biasanya para remaja mulai menganggap bahwa menuntut ilmu
adalah sebuah paksaan, ketika dalam pendidikannya terdapat sebuah tekanan, baik
dari orang tua maupun dari pendidiknya disekolah, orang tua yang menuntut
anaknya untuk memiliki nilai yang memuaskan tanpa melihat kemampuan sang anak,
dan dari pendidik yang mewajibkan peserta didik menguasai materi dan
mengerjakan tugas-tugas dengan benar. Jauh dari semua itu, banyak pula remaja
yang mengalami masa-masa bahagia disaat mereka mendapatkan prestasi yang
gemilang dan pujian dari orang-orang disekitarnya.
2.3
Penyebab Stress
Terjadi pada Remaja
Menurut Windle
dan Mason ada empat faktor yang dapat membuat
remaja menjadi stress, yaitu penggunaan obat-obatan terlarang, kenakalan
remaja, pengaruh negatif dan masalah
akademis.
Garfinkel
mengatakan secara umum penyebab stress pada remaja adalah:
a.
Putus dengan pacar
b.
Perbedaan pendapat
dengan orang tua
c.
Bertengkar dengan
saudara perempuan atau laki-laki
d.
Perubahan status
ekonomi pada orang tua
e.
Sakit yang diderita
oleh anggota keluarga
f.
Masalah dengan teman
sebaya
g.
Masalah dengan orang tua
Menurut Walker, ada empat faktor yang dapat
menyebabkan remaja menjadi stress:
Ø Faktor
Biologis:
a.
Sejarah deperesi dan
bunuh diri didalam keluarga
b.
Penggunaan alkohol dan
obat-obatan didalam keluarga
c.
Siksaan secara seksual
dan fisik didalam keluarga
d.
Penyakit yang serius
yang diderita remaja atau anggota keluarga
e.
Kematian salah satu
anggota keluarga
f.
Perceraian orang tua
Ø Faktor
Kepribadian :
a.
Tingkah laku agresif
b.
Penggunaan dan
ketergantungan obat terlarang, tertutup
c.
Hubungan sosial yang
buruk dengan orang lain, menyalahkan diri sendiri dan merasa bersalah
d.
Masalah dengan tidur atau
makan
Ø Faktor Pendidikan
c.
Tuntutan dari orang tua
yang menginginkan nilai yang memuaskan
d.
Tekanan dari pendidik
dalam hal tugas
e.
Pendidik yang
kurang menyenangkan
Ø Faktor Psikologis dan Sosial
a.
Kehilangan orang
yang dicintai, seperti kematian teman atau anggota keluarga, putus cinta,
kepindahan teman dekat atau keluarga
b.
Tidak dapat
memenuhi harapan orang tua, seperti kegagalan dalam mencapai tujuan, tinggal
kelas, atau penolakan sosial
c.
Tidak dapat
menyelesaikan konflik dengan anggota keluarga, teman sebaya, guru, pelatih,
yang dapat mengakibatkan kemarahan, frustrasi dan penolakan
d.
Banyaknya
tugas-tugas, dan kurang maksimalnya pembagian waktu
e.
Pengalaman buruk
seperti hamil atau masalah keuangan
2.4
Solusi untuk Remaja
yang Mengalami Stress
Karena mereka masih minim pengalaman dalam meletakkan segala
sesuatu secara perspektif maka mereka pun jadi cenderung untuk melihat ke
hal-hal yang lebih sepele sifatnya. Solusinya adalah dengan membiasakan
anak-anak remaja kita untuk bereaksi secara sehat, yang tentunya harus dicontohkan
pula oleh lingkungannya. Cara yang lain, lanjutnya, bereaksi secara sehat.
Misalnya dengan mengekpresikan segala sesuatu dengan wajar (tidak menangis atau
berteriak), melatih tehnik relaksasi dengan musik, meditasi dan olah raga,
serta membiasakan untuk berpikir secara seimbang sehingga mereka tidak membesar-besarkan
suatu masalah. Depresi akan lebih baik ditangani dengan psikoterapi karena
dengan psikoterapi, remaja dibantu untuk menemukan akar permasalahannya dan
melihat potret diri secara lebih obyektif. Psikoterapi ditujukan untuk
membangun pola pikir yang obyektif dan positif, rasional dan membangun strategi/mekanisme
adaptasi yang sehat dalam menghadapi masalah. Perlu diingat bahwa keterbukaan
remaja untuk mengemukakan masalah yang sedang dihadapinya akan membantu proses
penyembuhan dirinya. Ada beberapa terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi
depresi pada remaja, yaitu:
a.
CBT (Cognitive Behavioral Therapy) CBT digunakan untuk
memperbaiki distorsi kognitif dalam memandang diri dan masa depan sehingga akan
memunculkan suatu kekuatan dari dalam dirinya bahwa dirinya mampu untuk
mengatasi masalah tersebut.
b.
Psychodinamic Psychotherapy. Psychodinamic Psychotherapy
digunakan untuk membantu remaja memahami, mengidentifikasi perasaan,
meningkatkan rasa percaya diri, meningkatkan kemampuan untuk berinteraksi
dengan orang lain dan mengatasi konflik yang sedang dialami.
c.
Interpersonal Psychoterapy. Interpersonal Psychoterapy
digunakan untuk mengatasi depresi yang disebabkan oleh peristiwa-peristiwa yang
menyebabkan kesedihan atau trauma, kesulitan untuk berinteraksi dengan orang
lain.
d.
Terapi Suportif. Terapi suportif digunakan untuk mengurangi
taraf depresi. Banyak factor yang menentukan keberhasilan terapi seperti usia
remaja saat awal mengalami depresi, beratnya depresi, motivasi, kualitas
terapi, dukungan orangtua, kondisi keluarga (apakah orangtua juga menderita
depresi atau tidak, ada atau tidak konflik dengan keluarga, kehidupan yang
penuh stres atau tidak, dsb). Selain itu, juga diperlukan terapi keluarga untuk
mendukung kesembuhan remaja penderita depresi. Mengapa? Karena dalam terapi
keluarga, keluarga remaja yang depresi ikut mendiskusikan bagaimana cara yang
terbaik untuk mengurangi sikap saling menyalahkan, orangtua remaja juga diberi
tahu seluk beluk kondisi anaknya yang depresi sehingga diharapkan orangtua dan
anggota keluarganya akan membantu dalam mengidentifikasi gejala-gejala depresi
anaknya dan menciptakan hubungan yang lebih sehat. Stres pada remaja dapat
diatasi baik di dalam maupun di luar rumah. Langkah pertama dalam mengatasi
stres pada remaja adalah mengidentifikasi penyebab dari stres mereka. Dugaan
bahwa tidak ada alasan fisik untuk stres pada remaja harus dihindari. Remaja
harus diizinkan untuk berbicara dengan bebas tentang masalah mereka dan mereka
harus diberi dukungan. Orang dewasa disekitarnya harus membantu dan
mengajarinya tentang metode penghilang stres dan membuat target yang realistik
untuk kegiatan kurikuler ataupun ekstrakurikuler mereka. Orang tua atau guru
harus meminta remaja untuk mendefinisikan stres menurut mereka, memberikan
contoh suatu kejadian dan menanyakan tentang respon mereka terhadap kejadian
itu. Berikan saran tentang respon stres yang normal dan jelaskan tentang cara
untuk menangani stres. Terangkan kepada mereka bahwa stres yang berbeda akan
memberi respon yang berbeda pada orang yang berbeda. Juga beri masukan untuk
menghindari metode yang tidak sehat dalam mengatasi stres seperti; bertengkar,
penggunaan alkohol atau narkoba. Selama dalam keadaan stres yang dialaminya,
dukungan penuh harus diberikan oleh orang-orang di sekitarnya. Remaja, seperti
anak-anak dan beberapa orang dewasa, belumlah siap untuk mengatasi
masalah-masalah besar sendirian. Adanya tanda-tanda
kesalahan penyesuaian diri remaja tentu saja menuntut penanganan yang cepat dan
tepat, mengingat masa ini merupakan masa penting yang menentukan individu pada
masa berikutnya. Penanganan atas permasalahan remaja sangat bervariasi dan
tergantung dari konteks dan latar belakang permasalahannya, dan juga
upaya-upaya ini idealnya merupakan hasil kerjasama orang tua, guru dan
pihak-pihak lain yang terkait. Secara umum ada beberapa hal yang bisa dilakukan
oleh orang tua untuk mencegah dan menangani munculnya permasalahan ini, antara
lain :
a.
Memahami dan
mendengarkan keluhan remaja dengan penuh perhatian, pengertian dan kasih
sayang.
b.
Memberikan penghargaan
terhadap prestasi studi/prestasi sosial, seperti olahraga, kesenian atau
perbuatan-perbuatan baik yang ditunjukkan remaja baik di sekolah maupun di
lingkungan masyarakat
c.
Banyak berdiskusi
tentang berbagai hal yang terjadi di lingkungan sosial maupun lingkungan
sekolahnya serta orientasi masa depan yang akan direncanakan remaja.
d.
Realistis dan bersikap
objektif terhadap anak, sehingga idealnya orang tua mengetahui kapasitas anak
dan mendiskusikan target apa yang ingin dicapai.
e.
Mulai menyertakan
remaja dalam pengambilan keputusan keluarga. Hal ini mendidik anak untuk ikut
bertanggung jawab dan melatih mereka dalam proses problem solving dan decision
making.
f.
Mendukung ide-ide
remaja yang positif.
g.
Mengawasi kegiatan dan
lingkungan sosial remaja secara proporsional, tidak terlalu ketat atapun
terlalu longgar.
h.
Jika ada indikasi
ketidakberesan yang serius, baik dalam segi fisik ataupun psikologis yang cukup
mencolok segera konsultasikan dengan tenaga ahli seperti dokter atau psikolog.
2.5
Dampak Stress pada Remaja
dalam Dunia Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran
agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat.
Sekolah mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan dan perkembangan peserta
didik, sekolah dipandang dapat memenuhi beberapa kebutuhan peserta didik dan
menentukan kualitas kehidupan mereka dimasa depan. Tetapi pada saat yang sama,
sekolah ternyata juga dapat menjadi sumber masalah, yang pada gilirannya memicu
terjadinya stress dikalangan peserta didik.
Konsep school stress atau stress disekolah
belakangan ini banyak diminati oleh sejumlah peneliti psikologi dan pendidikan
untuk mengalami kondisi stress yang dialami disekolah. Kemidian para peneliti
mengembangkan konsep yang menggambarkan kondisi stress yang dialami oleh siswa
akibat tuntutan sekolahnya.
Verna,dkk9 (2002) mendefinisikan school stress
sebagai akibat dari tuntutan sekolah, yaitu stress iswa yang bersumber dari
tuntutan sekolah. Tuntutan yang dimaksud yaitu lebih menfokuskan pada tuntutan
tugas-tugas sekolah dan tuntutan dari guru.
Desmita (2005) mendefinisikan stress sekolah sebagai
ketegangan yang muncul dari peristiwa-peristiwa kehidupan disekolah, dan
perasaan terancamnya keselamatan atau harga diri siswa, sehingga memunculkan
reaksi-reaksi fisik, psikologis dan tingkah laku yang berdampak pada
penyesuaian psikologis dan prestasi akademis.
Dari semua pembahasan yang telah Penulis
tuliskan, ini membuktikan bahwa stress pada remaja memiliki dampak yang besar
dalam dunia pendidikan, tidak hanya dari segi pendidikan stress pada remaja
berdampak besar dalam kehidupan sehari-hari.
KESIMPULAN
DAN SARAN
1.
Kesimpulan
Depresi merupakan suatu gangguan mental yang spesifik yang
ditandai dengan adanya perasaan sedih, putus asa, kehilangan semangat, merasa
bersalah, lambat dalam berpikir, menurunnya motivasi untuk melakukan aktivitas,
dan lain-lain. Stres adalah suatu perasaan yang sangat mendalam yang menekan
seseorang ketika ia memiliki sesuatu yang belum tercapai, tapi ada hambatannya.
Karena tekanan ini, bisa jadi aktivitas orang yang bersangkutan jadi terganggu.
Tuntutan yang diterima peserta didik disekolah dan
juga tekanan dari lingkungan dapat menimbulkan stress pada peserta didik.
Stress yang dialami peserta didik akan berdampak terhadap pada kehidupan
pribadinya, baik secara fisik, psikologis maupun psikososial. Untuk
mengantisipasi terjainya stress yang berkepanjangan yang pada gilirannya akan
mengganggu prestasi akademiknya. Pihak sekolah diharapkan dapat mencegah dan
mengatasi problem stress disekolah yang dialami oleh peserta didik.
2.
Saran
Apabila
anak remaja Anda mulai bersikap aneh, seperti khawatir yang berlebihan, sering
marah atau sedih yang berkepanjangan, maka tindakan yang perlu dilakukan
sederhana saja, yitu dengarkan mereka. Cobalah untuk merespon dengan
mendengarkan keluhan yang ada dan menolong mereka untuk mencari solusi sendiri.
Kalau kita terlalu bersikap protektif, yakni selalu menyelesaikan setiap
masalah mereka atau menyuruh mereka melakukan apa yang harus dilakukan, bisa
jadi nanti anak remaja kita tidak akan pernah merasa aman dengan dirinya
sendiri. Berikan contoh-contoh jalan keluar yang selama ini sukses Anda jalani,
tapi jangan sekali-kali memaksa mereka untuk menirunya. Biarkan mereka berinisiatif
sendiri untuk mencoba mana yang terbaik bagi mereka degan Anda sebagai
wasitnya. Apabila semua solusi di atas masih belum berhasil juga mengeluarkan
anak remaja kita dari masalah stress dan menjerat, maka cobalah untuk meminta
bantuan kepada para profesional. Banyak remaja yang berhasil sembuh dari
penyakit stress berkat arahan dari pihak konseling.
DAFTAR
PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar